Sistem Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil Terintegrasi

Oleh :
Ferry Elwind

Kepala Sub Bidang Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian BKD Provinsi Riau.

Sesuai amanat Undang-undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN bahwa salah satu nilai dasar ASN yaitu mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai. Dengan demikian kata kunci dari subtansi UU ASN ini adalah “kinerja”. Inilah yang menjadi benang merah dari keseluruhan fungsi dalam manajemen SDM aparatur dengan diberlakukannya UU ASN. Meskipun terminologi ini tidak muncul secara eksplisit dalam bagian awal UU dimaksud, namun semangat “kinerja” dapat ditangkap dari asas kebijakan dan manajemen ASN (Pasal 2), prinsip dasar ASN (Pasal 3), nilai dasar ASN (Pasal 4), dan perilaku pegawai ASN (Pasal 5 ayat 2). Ini merupakan hal yang positif karena hampir semua best practices manajemen SDM aparatur di negara lain juga dibangun dalam kerangka manajemen kinerja. Oleh karena itu, manajemen ASN juga selayaknya dibangun atas dasar manajemen kinerja. Pencapaian hasil dan kinerja PNS sangat berkaitan erat dengan penilaian kinerja. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja pada tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, dan manfaat yang dicapai, serta perilaku PNS. terdapat lima prinsip penilaian kinerja, yaitu objektif, terukur, akuntabel, partisipasif, dan transparan.

Terwujudnya SDM aparatur yang profesional melalui pengelolaan kinerja individu merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Salah satu pengelolaan manajemen SDM yang terintegrasi dapat dilakukan melalui sistem penilaian kinerja pegawai yang terukur dalam mendukung capaian organisasi. Pegawai dalam hal ini diartikan sebagai aset bagi organisasi, sehingga perlu dikelola dan dibina secara tepat untuk menghasilkan kinerja yang dapat mendukung pencapaian tujuan organisasi.

Sistem pengelolaan kinerja dibeberapa instansi pemerintah telah dibangun secara mandiri dengan tujuan meningkatkan kualitas pencapaian kinerja pegawai dalam menyelenggarakan pemerintahan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Namun hal tersebut, belum dilaksanakan secara menyeluruh di setiap instansi pemerintah. Beberapa Lembaga/instansi/pemerintah daerah yang telah melaksanakan pengelolaan kinerja diantaranya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Kepegawaian Negara, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, DKI Jakarta, Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat dan sebagainya.

  • Konsep Dasar Manajemen Kinerja

Secara mendasar, manajemen kinerja merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari perencanaan kinerja, pemantauan/peninjauan kinerja, penilaian kinerja dan tindak lanjut berupa pemberian penghargaan dan hukuman. Rangkaian kegiatan tersebut haruslah dijalankan secara berkelanjutan. Menurut Baird (1986) manajemen kinerja adalah suatu proses kerja dari kumpulan orang-orang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dimana proses kerja ini berlangsung secara berkelanjutan dan terus-menerus. Dessler (2003:322) menyatakan bahwa manajemen kinerja adalah proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian, dan pengembangan kinerja ke dalam satu sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan. Sementara itu, Udekusuma (2007) mendefinisikan manajemen kinerja sebagai suatu proses manajemen yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu sedemikian rupa, sehingga baik tujuan individu maupun tujuan perusahaan dapat bertemu. Dalam hal ini bagi pekerja bukan hanya tujuan pribadinya yang tercapai tetapi juga ikut berperan dalam pencapaian tujuan organisasi, yang membuat dirinya termotivasi serta mendapat kepuasan yang lebih besar. Oleh karena itu, manajemen kinerja individu harus dirancang sedemikian rupa sehingga in line dengan pencapaian tujuan organisasi.

Hakikatnya kinerja pegawai merupakan bagian paling vital untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Demikian halnya dengan kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di organisasi pemerintah sangat dibutuhkan dalam rangka meningkatkan tugas pokoknya sebagai pelayan publik (publik service). Hadirnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 Tentang Penilaian Prestasi Kerja PNS yang dijabarkan pelaksanaannya dalam Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2011 sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS merupakan komitmen pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi bidang Sumber Daya Manusia (SDM) aparatur. Peningkatan kinerja PNS merupakan kunci bagi keberhasilan organisasi pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan. Disinilah peran strategis dan pentingnya penilaian kinerja PNS terhadap hasil pekerjaannya.

PP ini mensyaratkan setiap PNS wajib menyusun SKP berdasarkan rencana kerja tahunan instansi. SKP memuat kegiatan tugas jabatan dan target yang harus dicapai dalam kurun waktu satu tahun. Dalam PP itu disebutkan juga bahwa PNS yang tidak menyusun SKP dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS. Adapun penilaian perilaku kerja meliputi beberapa aspek yaitu orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan. Khusus penilaian aspek kepemimpinan hanya dilakukan terhadap PNS yang menduduki jabatan struktural. Penilaian kinerja PNS merupakan salah satu metode untuk mendorong peningkatan kinerja dan mengendalikan individu pegawai secara optimal di instansi pemerintah. Penilaian kinerja sebagai alat untuk mengukur kontribusi pegawai terhadap satuan atau unit organisasi pemerintah dalam mengembangkan diri guna mencapai tujuan.

  • Paradigma baru penilaian kinerja PNS

Paradigma baru penilaian kinerja PNS mengedepankan hasil kerja, dimana sistem penilaian kinerja PNS dilakukan berdasarkan prestasi kerja, dari indikator Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja Pegawai (PKP). SKP dinilai dengan metode penghitungan antara target dan output kegiatan oleh tim penilai dari aspek: (1) Kuantitas (jumlah) hasil kerja; (2) Kualitas (mutu) pekerjaan yang dihasilkan; (3) Waktu (lamanya) penyelesaian pekerjaan; (4) Biaya (anggaran) yang digunakan. Sedangkan perilaku kerja dinilai dengan metode 3600 feedback oleh dirinya sendiri, atasan, bawahan, teman kerja, dan customer dari aspek: orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerja sama, dan kepemimpinan.

Model penilaian 3600 (feedback) merupakan penilaian setiap individu PNS untuk menilai diri mereka sendiri melalui feedback dari PNS lain mulai dari: atasan, bawahan, rekan kerja, maupun konsumen. Proses penilaian perilaku kerja 3600 hakikatnya seluruh PNS di setiap instansi pemerintah bertanggungjawab ikut menilai perilaku kerja PNS. Menurut Antonioni konsep penilaian 3600 (feedback atau multisource), dimana setiap individu pegawai menilai diri mereka sendiri dan menerima feedback pegawai lain, dari atasan, bawahan, rekan sekerja, maupun konsumen (Widya, 2004:90). Seluruh pegawai pada unit instansi pemerintah dengan proses penilaian 3600 feedback bertanggungjawab menilai kinerja pegawainya. Setiap pegawai berusaha menunjukkan kinerja yang berkualitas dihadapan atasan, bawahan, rekan kerja, konsumen dan pihak eksternal lainnya. Pegawai mendapat umpan balik dari berbagai sumber termasuk dari dirinya sendiri dalam kontribusinya mengevaluasi perilaku kerjanya. Instansi pemerintah dalam mengembangkan proses penilaian perilaku kinerja 3600 akan mendapatkan manfaat seperti: meningkatkan kesadaran individu terhadap apa yang diharapkan oleh penilai (appraiser), meningkatkan management learning, mengurangi penilaian buruk atau prasangka terhadap appraiser dan meningkatkan kinerja.

Setiap instansi pemerintah wajib menetapkan tujuan yang akan dicapai dari penerapan penilaian perilaku kinerja untuk mendapatkan manfaat optimal. Dalam sistem penilaian perilaku kinerja 3600, instansi perlu persyaratan minimal, seperti: kejelasan proses komunikasi, training untuk mendukung kelancaran informasi, partisipasi stakeholder terhadap multisource assessment, kesiapan sarana penilaian yang valid, dan dukungan teknologi yang tepat, serta proses penilaian yang jujur. Sistem penilaian 3600 digunakan untuk memperkirakan kebutuhan training, menentukan produk dan layanan, serta layanan baru yang dibutuhkan konsumen, mengukur reaksi anggota tim, dan memprediksi permasalahan institusi.

Fairness dan obyektivitas penilaian kinerja menjadi kunci penilaian kinerja PNS disetiap instansi pemerintah. Fairness adalah perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak yang timbul berdasarkan persyaratan atau ketentuan yang ada. Subyektivitas terkadang sering muncul dalam penilaian kinerja PNS, karena faktor budaya, sistem penilaian, dan peran PNS dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Kepentingan dari berbagai aspek dilingkungan kerja menjadi faktor dominan dalam melakukan hubungan kerja termasuk penilaian kinerja, seperti masalah politik, ras, suku, agama, dan sebagai nya. Penilaian kinerja PNS merupakan crosscheck yang dilakukan dengan rasional (observability, exclusivenees, non contamination, dan varifiability) secara periodik antara atasan dan bawahan, untuk melihat dan mendiskusikan kemajuan atau peningkatan produktivitas serta mengevaluasi perkembangan pekerjaan agar tujuan organisasi dapat tercapai sebagaimana ditargetkan.

Dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS sebagai pengganti PP 46 tahun 2011, adalah untuk menjawab perubahan paradigma penilaian kinerja PNS. Perbedaan yang signifikan pada PP 30/2019 tersebut yaitu pada penilaian kinerja dimana pada PP sebelumnya sebutan kinerja adalah prestasi kerja, sedangkan unsur kinerja terdiri dari Sasaran Kerja Pegawai dan Perilaku Kerja pegawai dengan bobot 60% SKP dan 40% PKP, namun sebagaimana pasal 41 PP 30/2019 terjadi penambahan bobot kinerja menjadi 2 (dua) kategori yaitu :

  1. Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 70% untuk penilaian SKP dan 30% untuk penilaian PKP, dilakukan oleh instansi Pemerintah yang tidak menerapkan penilaian PKP dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahan langsung; dan
    1. Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 60% untuk penilaian SKP dan 40% untuk penilaian PKP, dilakukan oleh instansi Pemerintah yang menerapkan penilaian PKP dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahan langsung;
    2. Unsur PKP juga terjadi perubahan dimana pada PP sebelumnya terdiri dari a) orientasi pelayanan; b) integritas; c) komitmen; d) kerjasama; e) disiplin; dan f) kemimpinan, diubah menjadi  a) orientasi pelayanan; b) inisiatif kerja; d) komitmen; e) kerjasama; dan e) kemimpinan.
    3. Sedangkan untuk penilaian Sasaran Kerja PNS tidak terjadi perubahan.

Penilaian Kinerja PNS sebagaimana disampaikan diatas dilaksanakan dalan suatu Sistem Manajemen Kinerja PNS terdiri atas a. perencanaan kinerja; b. pelaksanaan, pemantauan kinerja, dan pembinaan kinerja; c. penilaian kinerja; d. tindak lanjut; dan e. Sistem Informasi Kinerja PNS. Penilaian kinerja PNS dilaporkan secara berjenjang oleh Pejabat penilai untuk dilakukan pemeringkatan yang selanjutnya ditetapkan. Hasil pemeringkatan tersebut dapat digunakan dalam : 1) menentukan prioritas pengembangan kompetensi dan pengembangan karier; dan 2) sebagai dasar pembayaran tunjangan kinerja atau sebutan lain.

  • Penerapan Penilaian Kinerja di Provinsi Riau.

Model Penilaian kinerja yang diterapkan di Provinsi Riau berbasis output dilaksanakan oleh masing-masing pegawai sesuai dengan tugas dan jabatan yang diembannya. Output kinerja adalah target yang ditetapkan melalui cascading yaitu target organisasi terbagi habis, dimulai dari pimpinan organisasi/jabatan pimpinan tinggi (JPT) madya, pratama, pejabat administrator, jabatan pengawas, fungsional hingga pelaksana yang pelaksanaan tugasnya memiliki keterkaitan tugas dan fungsi instansi. Untuk jabatan Struktural target tersebut dituangkan dalam kontrak kinerja yang ditandatangani oleh setiap individu. Dengan demikian target kinerja individu berkaitan langsung dengan target kinerja organisasi atau kinerja unit, dan merupakan elaborasi dari pencapaian visi dan misi Kepala Daerah. Pencapaian target kinerja diukur dengan menggunakan aplikasi e-SIKAP untuk mengukur kinerja corporate (unit organisasi) kinerja individu (pegawai) dimana pencapaian target tersebut ditampilkan dalam bentuk matriks yang selalu diriviu setiap bulan untuk memonitor capaian realisasi sampai dengan akhir tahun seperti digambarkan pada skema berikut.

Penerapan manajemen kinerja merupakan suatau keharusan bagi instansi pemerintah khususnya pemerintah Provinsi Riau dalam mempercepat terwujudnya lingkungan kerja yang profesional. Komitmen kepala daerah sangat berperan dalam keberhasilan penerapan manajemen kinerja karena penerapannya memerlukan perubahan mindset dari para pegawai untuk mendukung kebijakan penganggaran berbasis kinerja dan output kegiatan. Model penilaian kinerja yang berbasis output nantinya diharapkan dapat secara obyektif mengukur dan menilai suatu tugas yang dilaksanakan oleh masing-masing pegawai sesuai dengan tugas dan jabatan yang diembannya. Penilaian kinerja tersebut menyangkut kinerja tugas sesuai dengan target yang telah ditetapkan dan perilaku pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.

Beberapa hal yang masih perlu perbaikan dalam penerapan manajemen kinerja adalah antara lain:

  1. beban kerja (workload) yang belum proporsional, unit kerja yang mempunyai beban kerja lebih sedikit dengan span of control  yang lebih sempit maka jumlah pegawai seharusnya lebih sedikit dibandingkan dengan unit kerja lain yang mempunyai beban kerja lebih banyak. Oleh karena itu keseimbangan jumlah pegawai ini harus dijaga melalui manajemen mutasi;
  2. kesenjangan kompetensi antar pegawai, kondisi ini harus diwujudkan karena kesenjangan kompetensi yang terlalu lebar antara pegawai pada jenjang jabatan yang sama akan mengakibatkan pemberian target kinerja yang berbeda;
  3. kesesuaian tugas dengan nomenkelatur jabatan, agar tidak terjadi deviasi antara tugas sehari-hari dengan tugas yang seharusnya dilaksanakan sesuai dengan tuntutan tugas sebagaimana tercantum dalam ikhtisar jabatan atau job description-nya.

Ketiga prasyarat di atas yang perlu disiapkan sebelum penerapan manajemen pengelolaan kinerja pegawai dilaksanakan secara menyeluruh. Untuk itu, penataan ulang sistem, termasuk aspek kelembagaan, penyusunan analisis jabatan dan beban kerja, serta tata cara dan mekanisme kerja menjadi prasyarat penting yang perlu diperhatikan dan perlu dilakukan secara paralel

  • Sistem Informasi kinerja PNS

Informasi kinerja digunakan sebagai sarana untuk menilai keberhasilan / kegagalan pencapaian kinerja pada suatu periode tertentu (misalnya bulanan) sebagai pertanggungjawaban penggunaan sumber daya (input) yang telah dikuasakan pada suatu organisasi/unit tertentu. Di samping itu, informasi kinerja digunakan juga sebagai media yang memberikan umpan balik (feedback) sebagai sarana untuk meningkatkan kinerja di masa yang akan datang. Penerapan Sistem informasi kinerja di Provinsi Riau menggunakan aplikasi e-SIKAP berbasis web (webbased) yang terintegrasi dengan beberapa aplikasi pendukung.

Aplikasi e-SIKAP adalah aplikasi yang bersifat front-end yang dapat digunakan oleh semua PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau untuk melakukan penilaian Prestasi Kerja. Bertujuan mengatur kinerja para pegawai agar lebih adil dan tansparan dengan menggunakan sistem. Sehingga secara kuantitas, kualitas, dan waktu kerja dapat lebih terukur dengan lebih baik. Disamping itu, juga agar dapat menyelaraskan kinerja organisasi dengan kinerja individu. Adapun manfaat dan tahapan pengembangan sistim informasi keneja adalah seperti gambar berikut.

Integrasi Sistem merupakan salah satu upaya menjalankan “Satu Data Indonesia yaitu kebijakan tata kelola Data pemerintah untuk menghasilkan Data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagipakaikan antar Instansi Pusat dan Instansi Daerah melalui pemenuhan Standar Data, Metadata, Interoperabilitas Data, dan menggunakan Kode Rcferensi dan Data Induk. Dalam kaitan penggunaan aplikasi e-SIKAP data utama yang digunakan adalah data PNS yang bersumber dari BKD sebagai selaku Produsen Data pegawai berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Berikut ini beberapa aplikasi yang saling terkait dalam penggunaan penilaian prestasi kerja pegawai dilingkungan pemerintah Provinsi Riau adalah :

  1. alikasi Sistem manajemen Aparatur Responsif Terpadu (SMART) yaitu aplikasi utama sebagai media penyimpan data Profil ASN, Unit Organisasi Pangkat dan Jabatan, Kedudukan Hukum, Keterangan Perorangan dan data pendukung lainnya;
  2. aplikasi e-absen berfungsi untuk merekam kehadiran pegawai,
  3. aplikasi e-office berfungsi merekam aktifiats administrasi perkantoran antara lain agenda surat, perintah tugas, disposisi, izin, cuti, absensi yang akan menjadi laporan agenda harian setiap pegawai;
  4. aplikasi SIPKD (sitem informasi pengelolaan keuangan daerah) dalam kaitan penyusunan SKP secara otomatis aplikasi ini akan tersambung dengan Progran dan Kegiatan pada setiap unit kerja perangkat daerah, sehingga ketika akan menginput atau memilih kegiatan tugas jabatan yang bersumber dari APBD secara otomastis akan terinput nama program, kegiatan, kode rekening berikut jumlah dana yang dikelola oleh pejabat berwenang.

Pengembangan Aplikasi Penilaian Prestasi Kerja sebagaimana disebut diatas dilakukan oleh ASN Fungsional Pranata Komputer Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau bekerjasama dengan Tim Teknologi Informasi Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Provinsi Riau secara swakelola.

  • Penilaian BKN award

Atas dukungan dan komitmen Pemerintah Provinsi Riau, sistem penilain kinerja yang telah diterapkan mendapatkan apresiasi di Tingkat Nasional oleh Badan Kepegawaian Negara, dengan diperolehnya Penghargaan BKN Awards Tahun 2019 Kategori Penilaian Kinerja Tingkat Provinsi. 

Adapun kategori implementasi penilaian kinerja terbaik tingkat Provinsi adalah sebagai berikut

  1. Instansi telah melaksanakan kepatuhan pelaporan penilaian Prestasi Kerja PNS (e-LAPKIN);
  2. Instansi telah melakukan perencanaan  kinerja individu (penyusunan SKP) yang merupakan penjabaran dari kinerja organisasi yang berorientasi pada hasil secara nyata dan terukur;
  3. System pengukuran kinerja PNS telah dirancang secara periodik dan  telah menggunakan aplikasi e-kinerja yang telah terintegrasi dangan system informasi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • Amstrong, Michael & Angela Barong. 2007. Manajemen Kinerja Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
  • Bacal, Robert,  2011. Performance Management.  Terjemahan  Surya Dharma  dan Yanuar Irawan,Gramedia Pustaka Jakarta.
  • Baird, Lloyd, 1986, Management and Organizational Behavior Series, WileySeries in Management.
  • Blanchard,  Ken,  And  Garry  Ridge.  2009. Helping  People  Win  at  Work.  New Jesrey:FT Press. 
  • Costello,  Sheila  J.  1994. Effective Performance  management,  New York:  Mc Graw-Hill Companies,inc. Dessler, Gary, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia 1 & 2, Edisi 8, Jakarta,PT. Prenhallindo.
  • Werther, William B dan Keith Davis. 1996. Human Resource and Personal Management, New York: Mc GrawHill, Fifth edition.
asnbkdpenilaian kinerjaskp