Oleh: Firdaus Herliansyah, M.T.I
Pranata Komputer Ahli Pertama
Hari ini kita bisa melakukan hampir semua hal secara digital. Baik itu belanja, kursus, bahkan berkonsultasi secara daring. Maka tak salah lagi kalau pelayanan publik, termasuk urusan pelayanan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) saat ini mulai bergerak ke arah yang sama. Namun bak kata pepatah, “Bergalah ke hilir, bertimba ke hulu”, tentu tidak ada proses transformasi yang jalannya mulus-mulus saja.
Transformasi digital pelayanan ASN adalah sebuah langkah yang besar dan memiliki urgensi prioritas. Sederhana saja: menjadikan pelayanan yang tadinya lambat dan berbelit-belit menjadi cepat, praktis, dan efisien. Namun tentu saja, praktiknya di lapangan tidaklah sesederhana menggerakkan pointer di laptop kita, bukan?
Digitalisasi : Sepenting Itu, Kah?
Berbicara soal digitalisasi tentu jangan cuma sekadar mengikuti tren, tapi mestinya sudah menjadi kebutuhan. Bayangkan ketika ada seorang ASN yang berdomisili di Kabupaten yang jauh jaraknya ingin mengurus pensiun atau kenaikan pangkat, sementara dia harus ke Ibu Kota Provinsi sekadar untuk menyerahkan berkas-berkas persyaratan administratif, sungguh sangat menyita waktu, biaya, dan melelahkan. Melalui digitalisasi, khususnya implementasi Sistem Informasi, semua bisa diakses dari mana saja dan kapan saja.
Tak hanya berbicara efisiensi, digitalisasi juga membuat proses layanan lebih transparan dan akuntabel. Semua proses terekam dalam basis data, dan setiap layanan bisa dilakukan tracking. Tentunya hal ini akan meningkatkan kepuasaan dan kepercayaan publik terhadap aparatur dan birokrasi yang selama ini dianggap mempersulit, ribet, lamban dan “tebang pilih.”
Tantangan Yang Tak Terlihat
Transformasi digital tidak cukup hanya dengan membangun Aplikasi Sistem Informasi, lalu setelah itu semua akan berjalan auto-pilot. Di antara tantangan yang berat adalah kesiapan sarana dan prasarana infrastruktur Teknologi Informasi. Masih banyak daerah di Indonesia yang belum terjangkau sinyal internet. Selain itu juga, tidak semua kantor pemerintah punya komputer yang layak dan kompatibel.
Lanjut lagi soal SDM Aparatur yang mana belum semuanya akrab dengan dengan teknologi. Sebagian dari mereka mungkin masih gagap soal aplikasi baru sebab masih nyaman dengan pola kerja lama. Dalam hal ini aspek edukasi dan peningkatan kompetensi bagi ASN dalam hal digital sangat diperlukan. Bukan sekadar training dan sosialisasi, tetapi asistensi dan monitoring yang berkelanjutan.
Semuanya kembali ke persoalan mindset dan pola pikir. Sebab apabila Transformasi digital hanya berbicara soal menerapkan teknologi, tentu akan mudah sekali. Namun ini bukanlah soal alih teknologi, tetapi tentang mengubah budaya dalam bekerja.
Digitalisasi Sebagai “Pe-Er” Besar
Pemerintah Provinsi Riau memiliki potensi dan peranan besar dalam memastikan berjalannya transformasi digital dalam Pelayanan ASN secara efektif dan efisien melalui kebijakan yang tepat. Tidak cukup sekadar membangun aplikasi, namun harus ada intervensi dan investasi yang nyata khususnya dalam hal penyediaan infrastruktur Teknologi Informasi yang handal, edukasi digital yang merata, dan memastikan keamanan siber yang tangguh.
ASN sebagai salah satu pilar dalam implementasi transformasi digital dapat ikut mendorong perubahan dengan memberi masukan, menggunakan layanan digital secara aktif, serta menyebarkan informasi positif soal layanan berbasis digital melalui media sosial sehingga turut membangun sentimen positif masyarakat terhadap dunia birokrasi dan pemerintahan.
Transformasi tentu tidak jadi dalam satu malam. Ia butuh waktu, kesabaran, dan komitmen. Namun jika dilakukan dengan serius, bukan hal yang mustahil apabila Riau bisa menjadi salah satu Provinsi yang sukses menjalankan reformasi birokrasi digital, khususnya dalam bidang Pelayanan yang berdampak positif bagi ASN sebagai abdi negara yang akan melayani masyarakat. Karena pada akhirnya, teknologi hanyalah alat, manfaat bagi manusia adalah tujuan akhirnya.